Tantangan ISPA terhadap Bonus Demografi di Kota Palembang

Kota Palembang, sebagai salah satu pusat ekonomi dan budaya di Pulau Sumatra, Indonesia, menghadapi tantangan yang signifikan seiring dengan fenomena bonus demografi yang sedang dialaminya. Bonus demografi merujuk pada fenomena di mana suatu wilayah mengalami peningkatan dalam jumlah penduduk produktif (15-64 tahun) dibandingkan dengan jumlah penduduk non produktif. Banyak negara menjadi makmur karena mereka berhasil memanfaatkan bonus demografi ini. Oleh karena itu, Bonus demografi harus dioptimalkan semaksimal mungkin demi pertumbuhan ekonomi di kota Palembang.


sumber: BPS kota Palembang

Pada piramida penduduk kota Palembang di atas terlihat bahwa struktur penduduk kota Palembang didominasi penduduk dewasa dan produktif dari segmen umur 25-64 tahun yang mencapai 52,19 persen, usia anak sekolah dari segmen 10-24 tahun mencapai 23,26 persen, balita umur 0-5 tahun di kisaran 9,37 persen, dan lansia 65-75 + mencapai 6,13 persen. Dalam hal ini, bonus demografi pada gelombang pertama tahun 2021 hingga 2030 terjadi pada segmen penduduk produktif 52,19 persen yang menanggung 1 lansia per 100 penduduk maupun 5 balita per 100 penduduk.

Palembang telah menjadi magnet bagi penduduk muda yang mencari peluang pekerjaan dan pendidikan yang lebih baik. Dengan tingkat urbanisasi yang terus meningkat, kota ini memiliki keuntungan dalam hal angkatan kerja yang besar dan produktif. Namun, tantangan besar yang dihadapi adalah memastikan bahwa potensi angkatan kerja ini dimanfaatkan dengan baik. Ini memerlukan investasi yang besar dalam pendidikan, pelatihan kerja, dan pembangunan infrastruktur yang mendukung produktivitas dan kreativitas para pekerja.

Kota Palembang terkenal memiliki ancaman bencana alam yang rutin terjadi yaitu kabut asap. Bencana kabut asap selalu terjadi ketika musim kemarau datang dengan durasi yang sangat lama. Kabut asap ini disebabkan oleh pembakaran lahan gambut dan hutan yang terjadi di sekitar wilayah Palembang dan daerah sekitarnya. Fenomena ini tidak hanya menyebabkan gangguan pada kesehatan masyarakat, tetapi juga berdampak negatif pada berbagai sektor kehidupan terutama mengancam kesehatan penduduk usia produktif yang mana ini merupakan peluang bagi pemerintah untuk memanfaatkan bonus demografi.

Selama periode kabut asap, kualitas udara di Palembang seringkali sangat buruk, dengan tingkat polusi udara yang melebihi batas aman yang ditetapkan oleh standar kesehatan. Partikel-partikel halus dan zat-zat beracun yang terbawa oleh kabut asap dapat menyebabkan gangguan pernapasan, terutama pada kelompok rentan seperti anak-anak, lansia, dan orang dengan penyakit pernapasan kronis. Salah satu gangguan kesehatan yang mengancam bonus demografi adalah ISPA. Pada kemarau tahun 2023 tepatnya di September, Dinas Kesehatan (Dinkes) kota Palembang mencatat data terbaru Inspeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) telah menyentuh angka 10.708 kasus.

sumber: BPS Provinsi Sumatera Selatan

Berdasarkan data diatas, jumlah kasus ISPA di Sumatera Selatan selalu mencapai angka 500 ribu kasus. Hanya pada tahun 2019 hingga 2021 terdapat kasus yang tidak tercatat oleh BPS. Padahal menurut data yang disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Agus Wibowo pada tahun 2019 mencapai 900 ribu-an kasus. Sehingga setiap tahunnya kasus ISPA di Sumatera Selatan sangatlah banyak.

Dengan populasi yang didominasi oleh orang muda, seperti yang terjadi dalam bonus demografi, risiko penyebaran ISPA dapat meningkat karena interaksi sosial yang lebih tinggi antara individu-individu yang lebih muda. Namun, bonus demografi juga dapat menjadi bagian dari solusi. Dengan pendidikan kesehatan yang tepat dan investasi dalam infrastruktur kesehatan yang memadai, angkatan kerja yang besar dan produktif dapat menjadi agen perubahan dalam penanggulangan ISPA.

Dengan demikian, untuk mengatasi ISPA dan memanfaatkan bonus demografi dengan optimal, Palembang dan kota-kota lainnya perlu mengambil langkah-langkah yang komprehensif. Hal ini meliputi peningkatan akses terhadap layanan kesehatan, pengurangan polusi udara, edukasi kesehatan masyarakat, dan penguatan infrastruktur kesehatan. Hanya dengan pendekatan yang terpadu dan berkelanjutan, kota-kota seperti Palembang dapat mencapai pertumbuhan yang seimbang dan kesejahteraan masyarakat yang berkelanjutan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mewujudkan Kesetaraan Gender dalam Budaya Suku Batak

Meningkatkan Kualitas Hidup Kota Palembang Melalui Sanitasi