Trade-off Wisata Palembang dan Degradasi Lingkungan

 Apa sih trade-off ?

Menurut Dr. Agoes Parera, trade off adalah situasi dimana seseorang harus mengambil keputusan terhadap dua hal atau lebih dengan mengorbankan salah satu aspek dengan alasan tertentu. Contoh sederhananya adalah ketika seseorang memiliki sejumlah uang yang terbatas dan harus memutuskan antara membeli makanan atau membeli pakaian. Jika uang tersebut digunakan untuk membeli makanan, maka tidak ada uang yang tersisa untuk membeli pakaian, dan sebaliknya.

Palembang, ibu kota provinsi Sumatera Selatan, adalah salah satu kota tertua di Indonesia dengan sejarah yang kaya dan budaya yang beragam. Sebagai kota dengan potensi wisata yang besar, Palembang memiliki daya tarik berupa warisan sejarah, keindahan alam, dan kuliner khas yang dapat menjadi magnet bagi wisatawan. Namun, perkembangan sektor pariwisata ini tidak lepas dari tantangan besar, yaitu menjaga keseimbangan antara pembangunan wisata dan kelestarian lingkungan. Trade-off antara pembangunan wisata dan degradasi lingkungan merupakan isu penting yang memerlukan perhatian serius dari berbagai pihak.

Palembang memiliki banyak potensi wisata yang dapat dikembangkan, mulai dari wisata sejarah, wisata budaya, hingga wisata alam. Beberapa destinasi wisata terkenal di Palembang antara lain:

1. Benteng Kuto Besak. 

Merupakan sebuah benteng peninggalan Kesultanan Palembang Darussalam yang terletak di tepi Sungai Musi.

sumber: goodnewsfromindonesia.id

2. Jembatan Ampera.

Merupakan ikon kota Palembang yang menghubungkan wilayah Seberang Ulu dan Seberang Ilir.

sumber: ekamusdalifa.blogspot

3. Pulau Kemaro.

Pulau kecil di Sungai Musi yang terkenal dengan pagoda dan legenda cinta tragis.

sumber: tagar.id


4. Kuliner Khas Palembang.

Seperti pempek, model, tekwan, dan pindang patin yang menjadi daya tarik tersendiri bagi wisatawan kuliner.

sumber: sibernas.com


Pengembangan sektor pariwisata di Palembang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah, menciptakan lapangan kerja, dan mendorong pembangunan infrastruktur. Namun, peningkatan aktivitas wisata juga membawa dampak negatif terhadap lingkungan, seperti polusi, kerusakan ekosistem, dan peningkatan volume sampah. Pembangunan wisata yang tidak terkontrol dapat menyebabkan degradasi lingkungan yang serius. 

Peningkatan jumlah wisatawan dan aktivitas pariwisata dapat menyebabkan polusi air dan udara. Limbah dari hotel, restoran, dan transportasi wisata seringkali tidak dikelola dengan baik sehingga mencemari sungai dan udara. Pembangunan fasilitas wisata seperti hotel, resort, dan area rekreasi dapat merusak habitat alami flora dan fauna. Penebangan hutan untuk membuka lahan wisata dapat mengakibatkan hilangnya keanekaragaman hayati.

Volume sampah dan limbah meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah wisatawan. Pengelolaan sampah yang buruk dapat menyebabkan pencemaran tanah dan air. Pembangunan yang tidak memperhatikan tata ruang dan kelestarian lingkungan dapat mengakibatkan erosi tanah dan banjir. Penggalian tanah dan penebangan pohon mengurangi daya serap air, meningkatkan risiko banjir. Pembangunan yang masif dapat mengubah iklim mikro di sekitar area wisata. Penggantian vegetasi alami dengan bangunan beton dan aspal dapat meningkatkan suhu lokal dan mengurangi kelembapan.


Lalu bagaimana kita mengelola trade-off antara pembangunan wisata dan degradasi lingkungan?


Mengelola trade-off antara pembangunan wisata dan degradasi lingkungan memerlukan pendekatan berkelanjutan yang mengintegrasikan aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Beberapa strategi yang dapat diterapkan untuk mengelola trade-off ini.

Pertama, perencanaan tata ruang yang bijak. Perencanaan tata ruang yang mempertimbangkan aspek kelestarian lingkungan sangat penting. Zona hijau dan kawasan lindung harus dipertahankan untuk menjaga keseimbangan ekosistem. Kedua, pengelolaan limbah yang efektif. Sistem pengelolaan limbah yang efektif harus diterapkan, termasuk pengelolaan sampah organik dan anorganik, serta pengolahan limbah cair dari hotel dan restoran. Ketiga, penerapan prinsip pariwisata berkelanjutan. Prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan seperti penggunaan energi terbarukan, pengurangan jejak karbon, dan konservasi sumber daya alam harus diadopsi oleh pelaku industri pariwisata.

Keempat, pendidikan dan kesadaran lingkungan. Meningkatkan kesadaran lingkungan di kalangan wisatawan dan masyarakat lokal sangat penting. Program pendidikan lingkungan dapat membantu mengubah perilaku dan mendorong partisipasi dalam pelestarian lingkungan. Kelima, kolaborasi antara pemerintah, swasta, dan masyarakat. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat lokal sangat diperlukan untuk menciptakan kebijakan dan praktik yang mendukung pembangunan wisata berkelanjutan.


Lalu, apa upaya pelestarian di kota Palembang?


Sebagai contoh nyata, Palembang telah melakukan beberapa inisiatif untuk mengelola trade-off antara pembangunan wisata dan pelestarian lingkungan. Salah satunya adalah pengembangan kawasan wisata Sungai Musi dengan memperhatikan aspek kelestarian lingkungan. Program revitalisasi Sungai Musi melibatkan pembersihan sungai, penanaman pohon di bantaran sungai, dan pembangunan fasilitas wisata yang ramah lingkungan.

Pada 2018 lalu, Pemerintah Palembang melalui program restorasi dan revitalisasi ingin menekan sampah mengendap di sungai Musi sebesar 70 meter kubik per hari. Program ini dimulai dari anak sungai Sekanak, anak sungai Lambidaro, anak sungai Bendung, dan anak sungai Buah. Pada tahun 2022, wali kota Palembang, Pak Harnojoyo, juga mengatakan untuk melakukan revitalisasi 116 anak sungai Musi secara bertahap. 

sumber: antaranews.com

Selain itu, pemerintah Palembang juga telah meluncurkan berbagai kampanye kesadaran lingkungan, seperti kampanye pengurangan penggunaan plastik sekali pakai dan program daur ulang sampah. Kolaborasi dengan komunitas lokal dan organisasi lingkungan membantu dalam pelaksanaan program-program ini.

Trade-off antara pembangunan wisata dan degradasi lingkungan merupakan isu kompleks yang memerlukan pendekatan holistik dan berkelanjutan. Palembang, dengan potensi wisata yang besar, perlu mengelola trade-off ini dengan bijak untuk memastikan bahwa pembangunan wisata tidak merusak lingkungan yang menjadi daya tarik utamanya. Dengan perencanaan yang matang, pengelolaan limbah yang efektif, pendidikan lingkungan, dan kolaborasi antara berbagai pihak, Palembang dapat mencapai keseimbangan antara pengembangan pariwisata dan pelestarian lingkungan. Penerapan prinsip-prinsip pariwisata berkelanjutan tidak hanya akan menjaga keindahan alam dan warisan budaya Palembang, tetapi juga memastikan manfaat jangka panjang bagi masyarakat lokal dan generasi mendatang.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Mewujudkan Kesetaraan Gender dalam Budaya Suku Batak

Meningkatkan Kualitas Hidup Kota Palembang Melalui Sanitasi

Tantangan ISPA terhadap Bonus Demografi di Kota Palembang